Berkreasi, Berkarya, Berjuang dengan Pena

Senin, 14 Oktober 2013

MEMBACA KETELADANAN IBRAHIM 'ALAIHISSALAM



MEMBACA KETELADANAN IBRAHIM
(catatan malam iedul adha)

Hari Raya Idul Adha mengingatkan kepada ketaatan seorang hamba Allah dan nabiNya Ibrahim dan putranya Isma’il ‘Alaihimassalam terhadap perintah Allah. Allah Ta’ala telah memberikan pujian kepada Ibrahim ‘Alaihissalam. Allah berfirman:

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ◌ شَاكِرًا لِّأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ◌ وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ ◌ ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ◌
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.  Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 120-123)

Apa yang difirmankan oleh Allah dalam ayat-ayat tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa Allah memberikan pujian kepada imam dari orang-orang yang berjalan lurus dan orang tua dari para Nabi, yaitu Ibrahim ‘Alaihissalam. Allah merinci sifat-sifat mulia, bahwa Ibrahim adalah:

1.      Ummah (أُمَّةً)
Umat (أُمَّةً) adalah sekumpulan orang, atau sekelompok yang berkumpul menjadi satu. Tetapi dalam ayat tersebut, Ibrahim secara sendiri, dan dalam kesendiriannya, disebut dengan kata umat (أُمَّةً). Penyebutan Ibrahim sebagai umat (أُمَّةً), adalah karena pada masa itu hanya Ibrahim satu-satunya orang yang bertauhid di antara orang-orang musyrik, di bawah kekuasaan raja yang musyrik, dalam lingkungan masyarakat musyrik, dan di tengah-tangah adat yang penuh dengan syirik.
Nabiyyullah Ibrahim ‘Alaihissalam disebut dengan umat (أُمَّةً), juga karena dialah seorang imam, seorang pemimpin yang dapat ditauladani. Di tengah fitnah yang menimpanya, di bawah tekanan dan acaman penguasa, Ibrahim tetap memegang erat ajaran tauhid yang diyakininya. Maka sempurnalah sifat Ibrahim sebagai umat (أُمَّةً); sebagai orang yang teguh pendirian meski dalam kesendirian, menjadi tauladan, dan mengajarkan kebaikan kepada manusia.

2.      Qaanitan lillah (قَانِتًا لِلَّهِ)
Setelah Allah menyebutkan Ibrahim adalah umat (أُمَّةً), lalu Allah menegaskan bahwa Ibrahim adalah Qaanitan lillah (قَانِتًا لِلَّهِ), yaitu orang yang tunduk, patuh, dan taat kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ketaatannya telah benar-benar teruji dengan perintah Allah untuk menyembelih putranya Isma’il. Seorang anak (yang saat itu) adalah anak satu-satunya, anak yang lahir dengan harapan dalam do’a-doanya:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ  
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (Ash-Shaffat: 100)

Dan Allah mengabulkan permohonan Ibrahim:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ
Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (Ash-Shaffat: 101)


Sungguh ujian yang teramat berat bagi seorang bapak yang telah lama mengharapkan hadirnya seorang putra, jika tiba-tiba setelah putra yang diharapkan telah hadir di depannya, telah sanggup membantu orang tuanya, lalu datang perintah dari Allah agar sang bapak menyembelihnya.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Ash-Shaffat: 102)

Demikianlah ujian berat bagi nabiyyullah Ibrahim, dan diapun menyelesaikan ujiannya, mentaati perintah Allah; sami’na wa atha’na (سمعنا و أطعنا). Dan Allah memujinya dalam kisahnya:

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ◌ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ◌ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ◌ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاء الْمُبِينُ ◌ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ◌ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ ◌ سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ◌ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ◌ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ
Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (Ash-Shaffat: 103-111)

3.      Haniifa (حَنِيفًا)
Sifat ketiga yang melekat dalam diri Ibrahim adalam Haniifa (حَنِيفًا), yaitu (الْمُجَانِبُ لِلْبَاطِلِ) yang berarti orang yang menjauhkan diri dari kebatilan, atau (الْمُنْحَرِفُ قَصْدًا عَنِ الشِّرْكِ إِلَى التَّوْحِيدِ) yang berarti orang yang menghindarkan diri dari syirik menuju tauhid. Oleh karena itulah, pada akhir ayat Allah menegaskan (وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ) Dan bukanlah dia (Ibrahim) termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Tauhid, inilah inti dakwah semua Nabi dan Rasul. Pokok Ajaran yang mereka sampaikan adalah sama, yaitu agar manusia bertauhid dan menjauhkan diri dari syirik. Nabi Nuh, Idris, Hud, Shaleh, dan seluruh Nabi hingga Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyeru kepada tauhid.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.. (An-Nahl: 36)

4.      Syakiran li an’umihi (شَاكِرًا لِّأَنْعُمِهِ)
Dengan sifat-sifat yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Ibrahim adalah imam yang dapat ditauladani, taat kepada Allah, lurus dan kokoh bertauhid serta menjauhkan diri dari syirik, lalu Allah menyebutkan bahwa Ibrahim adalah Syakiran li an’umihi (شَاكِرًا لِّأَنْعُمِهِ), yaitu orang yang selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wata’ala. Telah jelas pula bagi kita bahwa Allah telah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang bersyukur dan ancaman bagi orang yang mengingkari nikmatNya.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Ibrahim: 7)

Setalah Allah menjelaskan pujianNya tentang Ibrahim, maka pada Ayat berikutnya Allah berfirman kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 123)

Jika telah jelas perintah Allah seperti dicontohkan dalam surat An-Nahl tentang Ibrahim, maka saatnya kini kita mengevaluasi ketaatan, kekokohan tauhid, dan syukur kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Marilah kita bertanya:

“Apakah kita yang fasih mengucapkan sami’na wa atha’na (سمعنا و أطعنا) adalah orang-orang yang benar-benar taat kepada Allah?” “Dimanakah kita saat adzan dikumandangkan? Dan kenapa masjid-masjid tampak sepi dari shalat berjama’ah?”

Marilah kita juga bertanya:
“Ketika kemusyrikan dan maksiat dipuja-puja dan kebenaran dicacimaki, kemanakah kita akan memilih jalan kita?” Sungguh telah tampak jelas apa yang disabdakan Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa Islam datang dan dianggap aneh, kemudian akan kembali dianggap aneh.

Lalu, ketika kita bernafas dan Allah tak meminta imbalan dari setiap hembusan nafas kita, tidak pula pada setiap kedipan mata, tidak pada setiap detak jatung kita, serta kita rasakan nikmat-nikmat Allah yang lain yang tidak mungkin kita mampu untuk menghitungnya:

وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللَّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 18)

Kitapun bertanya dengan kalimat yang berulang-ulang, sebanyak 31 kali disebutkan dalam satu surah Ar-Rahman: “فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ” (Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?)

Rabu, 21 Agustus 2013

JAGA PENDENGARAN, PENGLIHATAN, DAN HATIMU


Berhati-hatilah dengan pendengaran, penglihatan, dan hatimu.

Akan ada hari, yang pada hari itu kita harus mempertanggung jawabkan pendengaran, penglihatan, dan hati.

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Isra’: 36)

Sungguh setiap orang akan ditanya: “Mengapa kamu mendengarkan suara-suara yang haram didengar?” “Mengapa kamu melihat hal-hal yang haram untuk dilihat?” “Mengapa kamu memiliki niat yang kuat untuk melakukan perbuatan yang diharamkan?”

وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (An-Nahl: 93)
Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka

فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ  عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu. (Al-Hijr: 92-93)

Atau seperti pendapat Al-Qutuby, bahwa anggota tubuh manusia akan tentang perbuatan yang telah dilakukannya. (Karena pada hari itu lisan menjadi bisu).

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ  
Pada hari Ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (Yasin: 65)

شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. (Fushshilat: 20)

Maka berhentilah dari perbuatan haram. Sesungguhnya Allah memberikan nikmat pendengaran, penglihatan, dan hati itu untuk disyukuri. Dengan nikmat-nikmat itu Allah menguji dan akan menuntut pertanggung jawabanmu. Maka janganlah nikmat-nikmat Allah itu kamu gunakan untuk bermaksiat.

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (An-Nahl: 78)

Senin, 05 Agustus 2013

Naskah Khutbah Idul Fitri 1434 H "HARTA ADALAH UJIAN"



HARTA ADALAH UJIAN
Download di sini 
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَللهمَّ صَلِّ عَلَى محمدٍ وعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِيْنَ
(يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ) (يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا) (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا)
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Pada pagi 1 Syawwal ini umat Islam mengagungkan Allah dengan bertakbir “Allahu Akbar,” mengesakan Allah dengan kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illallah,” dan memujiNya dengan bertahmid “Walillahilhamdu.” Demikianlah kalimat-kalimat suci dan mulia itu terdengar di segala tempat dan dari segala penjuru. Kalimat yang keluar melalui lisan muslimin dan muslimat, diiringi oleh senyum kebahagiaan, dan bersama dengan wajah-wajah ceria penuh kegembiraan. Bagi orang-orang yang telah berpuasa Ramadhan, hari ini adalah hari sukacita, ditambah lagi kegembiraan saat perjumpaan dengan Allah di akhirat nanti. Rasulullah telah menjamin dalam sabdanya:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إذَا أفْطَرَ فَرِحَ وإذا لَقِيَ ربه فَرِحَ بصَوْمِهِ
“Orang yang puasa mempunyai dua kegembiraan, jika berbuka mereka gembira, dan jika bertemu Rabbnya mereka gembira karena puasa yang dilakukannya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Hari Raya ini memang layak untuk disambut dengan gembira dan penuh sukacita. Namun demikian hendaklah rasa gembira itu tidak membuat kita lalai dan hanya tergiur dengan kemegahan serta kemewahan duniawi. Hari raya ini bukanlah tempat untuk berlomba status dan adu gengsi, bukan ajang lomba busana, bukan saat untuk bersaing mencari sanjung dan puji manusia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيم
“Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 28 tersebut, dengan sangat tegas mengingatkan bahwa apa yang kita miliki di dunia ini adalah ujian. Sesungguhnya pakaian bagus yang kita kenakan, kendaraan yang kita naiki, dan rumah yang kita tinggali, adalah kekayaan yang diamanatkan oleh Allah kepada kita. Semua itu adalah titipan dan amanah yang diberikan oleh Allah sebagai ujian, agar dengan ujian tampak jelas siapakah di antara kita yang terbaik amalnya, agar jelas pula siapa di antara kita yang bersyukur dan siapa yang mengingkarinya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Sebagian orang hanya merasa bahwa dirinya sedang diuji ketika ditimpa musibah dan kefakiran. Padahal Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menjelaskan bahwa kesenangan dan berlimpahnya harta benda, adalah juga ujian dari-Nya. Allah berfirman dalam surat Al-Anbiya’ ayat 35:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Berkenaan dengan itu ayat tersebut, Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Allah akan menguji manusia dengan kesengsaraan dan kebahagiaan, dengan sakit dan sehat, dengan kekayaan dan kefakiran, dengan halal dan haram, dengan petunjuk dan kesesatan. Dengan demikian, tidaklah tepat jika perasaan sedang diuji itu muncul hanya saat datangnya musibah dan kefakiran, karena sebenarnya semua orang dalam setiap keadaan adalah sedang menjalani ujian dari-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat mendapatkan fitnah dan fitnah umat ini adalah harta.”(HR. At-Tirmidzy)
            Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku takutkan menimpa kalian,
وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ،
Akan tetapi aku khawatir akan dibuka lebar (pintu) dunia kepada kalian, seperti telah dibuka lebar kepada orang-orang sebelum kalian…
Demikianlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau mengingatkan bahwa diguyurkannya harta benda, dilimpahkannya kekayaan, dan dibukanya pintu-pintu kekayaan duniawi, adalah ujian berat. Gelimang harta yang menggiurkan, kemilau emas yang menggoda, megahnya istana yang merayu, adalah kekayaan sementara yang dapat menggelincirkan. Dan akibat dari dibukanya pintu-pintu kekayaan duniawi itu, Rasulullah bersabda:
فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا
Lalu kalian akan saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah bersaing untuknya.
Terbukanya pintu-pintu kekayaan duniawi akan memunculkan persaingan untuk mendapatkannya. Semua orang hanya akan berlomba-lomba meraih kekayaan, memeras keringat dan membating tulang hanya untuk tujuan mendapatkan harta benda, dan segala do’apun hanya berisikan permohonan agar diberikan kekayaan. Kehormatan dan status sosial hanya diukur dengan harta benda. Akhirat sebagai tempat tinggal abadi di hari nanti tidak lagi mendapat perhatian. Dan halal haram juga tidak lagi dipedulikan. Karena itulah dalam akhir sabdanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan bahwa jika hal itu terjadi, maka:
فَتُهلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُم
Kemudian (kemewahan) dunia itu akan membinasakan kalian seperti telah membinasakan mereka.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Kekayaan duniawi yang dimiliki oleh setiap orang adalah ujian, yang akan menempatkannya sebagai penghuni surga, atau harta itu akan menjadi jalan menuju neraka.  Oleh karenanya, wajib bagi setiap muslim yang telah diberi kelebihan harta benda oleh Allah, untuk menjadikan kekayaanya itu sebagai jalan menuju ridha-Nya, dengan zakat, infaq, dan shadaqah.
Sesungguhnya Allah telah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang menafkahkan harta mereka fi sabilillah:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“dan apa saja yang kau infaqkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizqi yang sebaik-baiknya.” (Saba: 39)
            Sedangkan bagi orang-orang yang kikir dan tidak menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah memberikan ancaman:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ * يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-taubah: 34-35)
(اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ) (رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ) (رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ) والحمد لله رب العالمين