AL-BARAKAH
1.
Makna Barakah
2.
Pentingnya Barakah
3.
Bagaimana meraih barakah
1.
Makna Al-Barakah:
Di antara
makna kata al-barakah (البركة) adalah an-nama’ wazziyadah (النماء و الزيادة) yang berarti tumbuh dan
bertambah. Al barakah (البركة) juga bermakna al-katsrotu fii kulli khair (الكثرة في كل خير) atau
kebaikan yang banyak. Makna lain dari kata al-barakah (البركة) adalah as-sa’aadah (السعادة) yaitu kebahagiaan. [1]
Dari
sekian banyak penjelasan tentang definisi kata al-barakah, dapat disimpulkan
bahwa al-barakah adalah; (1) ziyadatul khair (زيادة الخير) yang berarti tambahan kebaikan, dan; (2)
tsubutul khairi wa ziyadatuhu (ثبوت الخير و زيادته) atau kebaikan yang tetap dan
tambahannya.
(1)
Ziyadatul khair (زيادة
الخير) yang atau tambahan kebaikan.
Pengertian
ini menjelaskan bahwa al-barakah berawal dari suatu kebaikan yang melahirkan
kebaikan-kebaikan lainnya. Misalnya; seorang yang mencari rejeki dengan cara
yang halal kemudian mendapatkan hasil beberapa rupiah. Lalu dengan beberapa
rupiah yang ia dapatkan, seseorang tersebut dapat memberikan makan kepada
keluarganya, membayar biaya pendidikan, bershadaqah dan beramal jariyah dalam
pembangunan mushalla. Maka pekerjaan mencari rejeki dengan cara halal yang
dilakukan oleh seseorang tersebut adalah amal kebaikan. Sedangkan perbuatan
memberi makan, membayar biaya pendidikan, dan amal jariyah adalah tambahan
kebaikan yang lahir karena kebaikan pertama (bekerja halal). Tambahan kebaikan
itulah yang disebut dengan al-barakah.
(2)
Tsubutul khairi wa ziyadatuhu (ثبوت الخير و زيادته) atau kebaikan yang tetap dan
tambahannya.
Pengertian
kedua ini sebenarnya sama dengan pengertian pertama. Hanya saja pada pengertian
ini terdapat tambahan (ثبوت
الخير) atau kebaikan yang tetap. Jika mengambil contoh seperti pada
pengertian pertama, maka kebaikan yang tetap adalah berupa perbuatan seseorang
mencari rejeki yang halal. Contoh lain untuk memperjelas pengertian kedua ini
adalah; seseorang yang menanam pohon kelapa atau pohon lainnya. Jika dimisalkan
pohon itu adalah amal kebaikan, maka buahnya baik kelapa muda maupun tua, kulit
kelapanya, tempurungnya, airnya, dan janurnya, adalah kebaikan lebih dari
adanya pohon (amal). Pohonnya (amal) tetap tumbuh, dan buahnya, janurnya dan
lainnya (berkah) melimpah.
2.
Pentingnya Al-Barakah
Tidak dapat disangkal lagi bahwa manusia hidup dalam
keterbatasan; Kekuatan terbatas, harta benda terbatas, dan bahkan umurpun juga
terbatas. Dalam keterbatasannya itu, manusia tetap saja menginginkan lebih;
menginginkan kekuatan lebih, harta benda berlebih, dan juga umur yang lebih
lama.
Mungkinkah manusia mendapatkan keinginannya untuk
mendapatkan “lebih?” Al-barakah adalah jawabannya. Manusia dapat menggapai
keinginannya untuk mendapatkan “lebih” dari apa yang ada dengan cara menggapai
al-barakah. Dan memang untuk mendapatkan sesuatu yang “lebih” itulah maka Allah
ta’ala pencipta al-barakah memberikan jalan bagi manusia yang selalu
menginginkan “lebih”.
Contoh-contoh yang telah banyak terpampang di depan
kita, dalam kehidupan sehari-hari kita, telah banyak memberi ibrah (pelajaran)
tentang pentingnya al-barakah dalam hidup singkat ini. Kadang kita mendapati
seseorang yang biasa-biasa saja, memiliki pekerjaan yang juga biasa-biasa saja,
dan dengan penghasilan yang biasa-biasa pula, akan tetapi kita mendapatinya
sebagai orang yang tidak pernah mengeluh. Kehidupannya nikmat (adem ayem),
makanannya cukup dan tidak harus mengemis, anak-anaknya bisa menyelesaikan
pendidikan dengan baik, plus masih pula dia bisa menyisihkan sebagian hartanya
untuk berinfaq dan bershadaqah. Ditambah lagi anak-anaknya menjadi shalih dan
shalihah.
Di sisi lain (bukan bersu’udz-dzan) kita juga sering
mendapati orang-orang yang tampaknya hebat dan sukses, dengan usaha-usaha
besar, dan sebagainya, akan tetapi telinga kita kadang sampai bosan mendengar
mereka mengeluh, merasa kurang, dan kurang lagi. Jangankan untuk bershadaqah,
karena harta benda mereka hanya untuk membesarkan usaha yang tidak pernah
cukup, dan bahkan untuk itu mereka harus mencari pinjaman ke Bank atau lembaga
keuangan lainnya. Atau jikapun mereka bershadaqah, tampaknya terlalu kecil
dibanding kepemilikan mereka yang tampak mewah. Seperti kata orang (sindiran):
“ah… ayam bertelur puyuh” (tidak sepantasnya, kan?)
Sekedar
contoh lain tentang seorang teman:
Seorang teman. Pekerjaan sehari-harinya adalah menjual
buku di trotoar jalan raya. Buku-bukunya hanya buku-buku biasa, bukan buku-buku
“best seller” yang dijual di toko-toko besar. Begitu rutinitas yang dia lakukan
setiap hari. Membuka lapaknya pagi-pagi, shalat dhuha bergantian dengan
istrinya pada hari menjelang siang, lanjut melayani pembeli (kalau ada) sampai
dzhuhur, ke masjid untuk jama’ah dzuhur, dan tutup menjelang ashar. Sekilas
hanya seperti itu. Mungkin orang-orang yang lewat dan tidak mengenalnya akan merasa
iba atau kasihan padanya. Tetapi orang akan terbelalak kaget jika mengetahui
apa yang telah dia dapatkan dari jerih payah dalam halalnya. Ternyata setiap ke
masjid untuk shalat jama’ah 5 waktu, dia selalu memasukkan lembaran-lembaran
uang ke dalam kotak amal jariyah masjid. Anak-anaknya juga telah selesai
menempuh pendidikan. Yang lebih hebat, keduanya (suami istri) telah
menyempurnakan rukun Islam yang kelima, ibadah Haji. Padahal banyak yang
(tampaknya) lebih sukses usahanya masih sering mengeluh, merasa kurang, mencari
pinjaman ke Bank, dan… dan… Bukan su’udz-dzan dan bukan vonis tentang rejeki
yang tidak berbarakah, akan tetapi ini hanya contoh yang ada. Mungkin Andapun
sering menyaksikan yang serupa.
3.
Bagaimana menggapai al-barakah?
Al-Barakah tidak dapat diraih kecuali dengan
menyatukan dua jalan; (1) mendapatkan dengan jalan yang baik; (2) mengeluarkan
dengan jalan yang baik. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Harta yang didapat
dengan jalan yang baik (halal) tidak akan berbarakah jika dikeluarkan dengan
jalan yang tidak baik (haram). Jika seseorang telah mencari rejeki dengan jalan
yang baik, memeras keringat, membanting tulang dengan cara yang halal, maka
rejeki yang ia dapatkan tidak akan berbarakah jika ia keluarkan untuk membeli
khamr, membeli nomor togel, atau untuk sesuatu yang tidak penting. Sebaliknya,
upaya-upaya yang diharamkan juga tidak dapat mendatangkan barakah, meskipun
dimanfaatkan untuk kebaikan. Seperti harta hasil judi untuk membangun masjid,
mahrul baghyi (مهر البغي) atau upah
pelacuran untuk zakat, dan sebagainya.
Semoga umur, harta,
ilmu, dan apa yang diberikan oleh Allah kepada kita, dapat berbarakah…
Barakallau fiinaa wa
fiikum…