Berkreasi, Berkarya, Berjuang dengan Pena

Selasa, 19 April 2011

AL - IMAM ASY - SYAFI'I

AL – IMAM  ASY – SYAFI’I
(105 – 204 H/766 – 820 M)  

Nama, Kelahiran, dan Nasab

Beliau adalah MUHAMMAD bin IDRIS bin AL – ‘ABBAS    bin ‘UTSMAN bin SYAFI’ AL – HASYIMI. Dikenal juga dengan kunyah (gelar panggilan) Abu ‘Abdillah. Al – Imam Asy – Syafi’i dilahirkan di Gaza Palestina dengan nama MUHAMMAD pada tahun 150 H/766M. Tidak lama setelah kelahirannya, sang ayah meninggal dunia, sehingga beliau tumbuh sebagai anak yatim dan dalam keadaan ekonomi kekurangan. Nama Asy – Syafi’i diambil dari nasab kakek yang bernama Syafi’. Jika ditarik garis nasab/silsilah keturunan, maka nasab beliau bertemu dengan nasab/silsilah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ABDI MANAF.

SILSILAH/NASAB NABI MUHAMMAD Shallallahu ‘alaihi wasallam
MUHAMMAD bin ‘ABDULLAH bin ‘ABDUL MUTHTHALIB bin HASYIM bin ABDI MANAF

SILSILAH/NASAB AL –IMAM ASY – SYAFI’I
MUHAMMAD bin IDRIS bin AL – ‘ABBAS bin ‘UTSMAN bin SYAFI’ bin AS – SA_IB bin ‘UBAID bin YAZID bin HASYIM bin AL – MUTHTHALIB bin ABDI MANAF
Kemampuan dalam Al – Qur’an dan Bahasa Arab

Dengan berbagai pertimbangan, di antaranya agar tidak terputus hubungan dengan keluarga ayah serta agar bisa tumbuh lebih baik, maka pada usia 2 tahun, anak yatim yang kelak dikenal dengan Al –Imam Asy – Syafi’i bersama sang bunda meninggalkan Palestina menuju Makkah, kampung halaman ayah beliau.
Di sana Asy – Syafi’i kecil mulai mempelajari al – Qur’an. Kecerdasannya telah tampak. Dalam masa yang singkat dia telah mampu mengkhatamkan (hafal) Al – Qur’an pada usia 7 tahun. Sangat bagus bacaannya dan sangat bagus pula suaranya. Ibnu Nashr berkata :
“Jika kami ingin menangis (karena mendengar bacaan al – qur’an), maka kami sebagian kami akan berkata kepada sebagian yang lain “dengarkanlah bacaan al – qur’an anak kecil ini...” Dan ketika kami mendatanginya saat dia membaca al – Qur’an di Masjidil Haram, maka pasti berlinang air mata orang – orang yang mendengar bacaannya.”
Al – Imam Asy – Syafi’i juga sangat senang mempelajari bahasa Arab. Pergaulannya dengan qabilah Hudzail, _qabilah paling fasih dalam bahasa Arab_, semakin meningkatkan kemampuannya dalam bahasa Arab. Kemahiran Asy- Syafi’i dalam bahasa Arab ini diakui oleh Al – Ashma’i, seorang ahli bahasa Arab pada masa itu, bahkan Al – Ashma’i  memberikan pujian kepadanya.

Bersama Imam Malik di Madinah

Pada usianya yang ke 13 tahun, Asy – Syafi’i telah mampu menghafal Al – Muwaththa’, sebuah kitab Imam Malik. Pada usia itu juga, beliau bersama sang bunda pergi ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik. Selama 16 tahun Asy – Syafi’i bergaul, berguru kepada Imam Malik. Pada saat yang sama beliau juga mendapatkan ilmu dari Ibrahim bin Sa’ad Al – Anshory, Muhammad bin Sa’id bin Fudaik dan Ulama’ lain di Madinah.

Menjadi Wali/Penguasa di Najran

Setelah 16 tahun di Madinah, setelah wafatnya Imam Malik tahun 179 H,   Asy-Syafi’i merantau ke wilayah Najran sebagai Wali (penguasa) di sana. Sebagai seorang ‘alim, beliau menjadi wali yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Namun betapa pun keadilan telah ditegakkan, sebagian orang yang iri menjelek-jelekkannya dan mengadukannya kepada khalifah Harun ar-Rasyid. Ketika dipanggil menghadap khalifah pada tahun 184 H, Asy – Syafi’i menunjukkan hujjah yang amat meyakinkan sehingga tampaklah bagi khalifah bahwa semua tuduhan yang selama ini diarahkan kepadanya tidak beralasan. Khalifah menetapkan bahwa Asy – Syafi’i tidak bersalah.

Menyebarkan ilmu di Makkah dan Menulis kitab Ar – Risalah di Baghdad

Asy – Syafi’i meninggalkan Najran, merantau ke Baghdad. Setelah menetap di Baghdad dan di sana beliau bertemu dengan Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibany _murid dai Imam Abu Hanifah_, dan membaca kitab-kitabnya serta mengenal ilmu Ahli Ra`yi (kaum Rasional),  beliau kembali ke Mekkah. Asy – Syafi’i tinggal di Makkah selama kurang lebih 9 tahun untuk menyebarkan madzhabnya melalui halaqah-halaqah ilmu yang dipadati oleh para penuntut ilmu di Masjidil Haram, Mekkah. Kajian – kajian itu juga dilakukan melalui pertemuannya dengan para ulama saat berlangsung musim haji. Pada masa di Makkah itu, diantara yang ikut dalam kajiannya adalah Imam Ahmad bin Hambal.


Pada tahun 195 H, Asy – Syafi’i kembali ke Baghdad. Majlisnya di Baghdad dihadiri oleh para ulama dan dipadati para penuntut ilmu yang datang dari berbagai penjuru. Selama 2 tahun Asy – Syafi’i tinggal di Baghdad. Beliau menulis kitab Ar-Risalah yang memaparkan Qaulul Qadim (madzhab lama). Di antara ulama yang sempat belajar kepada beliau adalah Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, az-Za’farany dan al-Karaabiisy.

Menetap di Mesir

Setelah 2 tahun di Baghdad, Asy – syafi’i kembali ke Makkah. Hanya saja beliau tidak lama berada di Makkah. Dari Makkah, beliau kembali lagi ke Baghdad, dan di sanapun beliau hanya tinggal sebentar, untuk kemudian beliau berangkat ke Mesir.
Tahun 199 H, Asy – Syafi’i tiba di Mesir. Beberapa murid yang mendampinginya adalah Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Murady dan ‘Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidy. Dalam perjalanannya, beliau singgah dulu di Fushthath sebagai tamu dadi ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakam yang merupakan sahabat Imam Malik.
Di Mesir, beliau tinggal selama 5 tahun. Mengarang/menulis kitab, mengajar, beradu argumentasi (Munazharah) dan meberikan bantahan – bantahan atas pendapat-pendapat yang salah. Di negeri inilah, beliau mengajarkan Qaulul Jadid (madzhab baru), yaitu berupa hukum-hukum dan fatwa-fatwa yang beliau gali dalilnya selama di Mesir, sebagiannya berbeda dengan pendapat fiqih yang telah diletakkannya di Iraq. Di Mesir pula, beliau mengarang buku-buku monumentalnya, yang diriwayatkan oleh para muridnya.

Al – Imam  Asy – Syafi ‘i tinggal di Mesir sampai wafatnya tanggal 30 Rajab tahun 204 H.

Di antara bait – bait indah Asy – Syafi’i

Kita mencela zaman sedangkan cela itu dalam diri kita,
Tiadalah zaman memiliki cela selain kita pemilik cela.

Sesungguhnya aku mengucapkan selamat kepada musuhku ketika aku melihatnya,
Agar aku dapat menangkal kejahatannya dengan ucapan selamat itu.

Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah jika engkau lalai,
pasti Dia membawa rizki tanpa engkau sadari...
Bagaimana engkau takut miskin sedangkan Allah adalah Pemberi rizki,
Dia telah memberi rizki burung dan ikan hiu di lautan...
Barangsiapa mengira bahwa rizki hanya didapat dengan kekuatan,
_bukankah_semestinya burung pipit tidak dapat makan karena takut pada elang?
Kematian, sesungguhnya engkau  tidak tahu kapan,
bila malam telah larut, apakah engkau akan hidup hingga fajar?
Berapa banyak orang sehat mati tanpa sakit
Dan berapa banyak orang sakit hidup bertahun...

*ringkas dari من سيرة الإمام الشافعي http://www.saaid.net/bahoth/23.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar