A p a y a n g s a l a h d a r i k u (bag. 2)
Hafidzoh
Hafidzoh

Seperti biasa, pagi ini dia berangkat sekolah diantar oleh ayahnya. Padahal jarak
antara rumah dan sekolahnya tidak lebih dari 200 meter. Tapi, dia tetap ngotot untuk diantar oleh ayahnya. Sepertinya kesedihan yang kemarin menyelimutinya telah sirna. Hari ini di awalinya dengan penuh keceriaan. Tapi, keceriaan itu tak berlangsung lama. Sesampainya di sekolah, kejadian kemarin kembali terulang. Dia menjadi bahan olok-olokan teman satu kelasnya. Sebenarnya, masalah yang dihadapi gadis kecil ini sangat sepele. Kata teman-temannya, dia disukai oleh salah satu dari teman sekelasnya. Namanya juga anak SD, jadi mereka yang mengetahui hal itu segera mengejek dua anak yang sedang digossipkan tadi. Dan hal ini membuat si gadis kecil sangat malu. Tidak hanya teman-temannya saja yang mengejek, bahkan gurunya pun ikut mengejek. Mungkin mereka hanya berniat untuk bercanda, tapi bagi gadis kecil ini semua sangat menyakitkan. Setiap ada teman yang mengejeknya, dia selalu menahan tangisnya, dan meluapkan emosinya itu sepulang sekolah dengan cara menyendiri di dalam kelasnya itu. Terkadang bila ia sudah tak sanggup menahan air matanya, dia biarkan air mata itu tumpah membasahi pipi chubbynya, dan membuat orang-orang yang tadi mengejeknya panik.
antara rumah dan sekolahnya tidak lebih dari 200 meter. Tapi, dia tetap ngotot untuk diantar oleh ayahnya. Sepertinya kesedihan yang kemarin menyelimutinya telah sirna. Hari ini di awalinya dengan penuh keceriaan. Tapi, keceriaan itu tak berlangsung lama. Sesampainya di sekolah, kejadian kemarin kembali terulang. Dia menjadi bahan olok-olokan teman satu kelasnya. Sebenarnya, masalah yang dihadapi gadis kecil ini sangat sepele. Kata teman-temannya, dia disukai oleh salah satu dari teman sekelasnya. Namanya juga anak SD, jadi mereka yang mengetahui hal itu segera mengejek dua anak yang sedang digossipkan tadi. Dan hal ini membuat si gadis kecil sangat malu. Tidak hanya teman-temannya saja yang mengejek, bahkan gurunya pun ikut mengejek. Mungkin mereka hanya berniat untuk bercanda, tapi bagi gadis kecil ini semua sangat menyakitkan. Setiap ada teman yang mengejeknya, dia selalu menahan tangisnya, dan meluapkan emosinya itu sepulang sekolah dengan cara menyendiri di dalam kelasnya itu. Terkadang bila ia sudah tak sanggup menahan air matanya, dia biarkan air mata itu tumpah membasahi pipi chubbynya, dan membuat orang-orang yang tadi mengejeknya panik.
Kejadian masa kecil itu membuat gadis kecil tadi tumbuh dengan bayangan masa kecil yang kurang menyenangkan. Dan sampai remaja pun, dia sedikit menjaga jarak dengan cowok. Bahkan bila ada yang menyukainya dan mulai mendekatinya, dia akan menjauh perlahan-lahan dan tidak akan bertegur sapa dengan cowok tersebut. Hal ini dia lakukan karena dia takut peristiwa masa kecilnya itu akan terulang kembali. Dia takut dan dia tidak mau menjadi bahan ejekan lagi.
Tapi sepertinya, trauma itu kini perlahan-lahan sirna. Dia telah mampu mengesampingkan egonya. Dia tidak lagi mempedulikan omongan negative orang lain yang cenderung memojokkannya. Yang dia pikirkan saat ini hanyalah menjalani hidup sewajarnya. Berkumpul dan bermain bersama keluarga dan teman-temannya. Dan dia juga ingin menata masa depannya supaya semakin bersinar kelak. Karena gadis kecil itu adalah aku yang mencoba untuk hidup lebih dewasa lagi.
Temurejo, 19 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar